Yang Pertama Darinya
January 22, 2015
Kado
selalu istimewa buatku. Setiap kado pasti memiliki cerita tersendiri. Entah
tentang pengirimnya atau isi kado itu
sendiri. Alhamdulillah, aku termasuk sering dapat kado dari orang-orang di
sekitarku. Ada yang membuat senang, haru bahkan sedih.
Diantara
semua kado, ada satu yang menurutku special. Kado pertama dari abang beruang.
Benda ini diberi saat masa-masa promosi (masa awal aku dekat dengan dia). Ini
penampakan kadonya
Waktu
itu aku masih bed rest setelah kecelakaan yang kualami. Rasa bosan mendera.
Buku-buku, koran, tabloid yang ada sudah kulahap habis. Setiap kali menengok
beranda facebook bersliweran quote dari Abang Tere Liye. Kebanyakan diambil
dari Daun yang jatuh tak pernah membenci angin dan kau, aku, dan sepucuk angpau
merah. Penasaran pun menghampiri. Ingin tahu isi bukunya. Dari quote yang
tersebar sih sepertinya keren.
Tapi
masalahnya adalah aku tak bisa kemana-mana. Belum dapat ijin jalan-jalan dari
orang tua. Selain itu ribet juga kalau musti jalan-jalan pake dua kruk.
Terlebih toko bukunya naik turun tangga tanpa elevator atau lift.
Membayangkankannya saja sudah lelah.
Hahaa … . Parahnya lagi di jaman canggih
ini, aku belum mendaftar internet banking. Jadi kalau mau beli onlen susah buat
transfer.
Sudah
banyak orang yang kumintain bantuan. Malu juga kalau minta tolong orang itu-itu aja. Satu-satunya
yang belum dimintain tolong ya si Abang Beruang. Akhirnya terlontarlah
keinginan meminta bantuan transfer. Kalau
minta tolong ke tobuk, ga mungkin banget. Pria berkacamata itu enggak
doyan berada diantara ribuan buku yang berjajar.
“Novel
alay!”
Itu
adalah reaksi yang kuterima saat aku
bercerita ingin membeli novel. Emosi banget saat mendengar pendapat makhluk
satu itu. Kalau tak mau menolong tolak saja, tak perlu menghina dina.
“Kenapa
sih harus beli novel alay? Cari aja e-booknya di internet,” lanjutnya. Benar-benar
bikin nyesel sudah meminta bantuan orang
itu. Terlebih saat kutanya, dia tak pernah sekalipun membaca novel pengarang
Indonesia. Alasannya dari judulnya sudah tersirat kealayannya. Paling ceritanya
itu-itu saja.
Satu-satunya
novel yang pernah ia baca adalah Harry Potter. Itupun tak tuntas. Dia memang
tak hobi membaca. Akhirnya chat di wacap kuakhiri, daripada sakit hati membaca
komentarnya. Dan itu terakhir kali saya minta tolong dalam dunia perbukuan.
Terbesit niat dalam hati.nanti kalau sudah diijinkan jalan-jalan sendiri, aku
akan menemuimu wahai tobuk. Tunggu aku bukunya Tere Liye.
Malamnya
hape berbunyi. Notifikasi wacap muncul. Sebuah foto dikirim oleh si Abang
Beruang. Taraaa… foto buku Kau, Aku, dan Sepucuk Angpao Merah. Rasanya ada yang
terbang gitu di hati. Hihii… Saat kutanya kenapa beli novel alay, jawabnya ada
orang yang merengek pingin baca buku itu. Daripada orang itu nangis ya dibeli
saja.
si Daun Jatuh nyusul beberapa minggu kemudian. Habis katanya |
Kupikir
buku itu akan sampai di tanganku lewat jasa pengiriman. Kami berada di kota
yang berbeda. Dia di kota gudeg sementara aku kota nasi liwet. But kejutan
bertambah ketika makhluk itu muncul di rumahku. Semingguan setelah barang
dibeli.
Rasanya
aneh melihat seseorang yang terakhir kali kulihat saat masih berseragam abu
putih. Tapi begitulah takdir, selalu ada jalan ceritanya sendiri. Sejak hari
itu, setiap dia ada di Solo, pasti akan menyempatkan waktu berjumpa denganku.
Sejak hari itu pula, kami bukan lagi sekedar teman sekolah.
Kado
itu menjadi istimewa karena berupa benda yang sedang kudamba. Datang di saat
yang kubutuhkan dan tak mudah untuk didapatkan. Lewat perdebatan pada awalnya dan berakhir dengan manis.
Sederhana tapi dia mau meluangkan waktu berkunjung ke tempat yang membosankan
untuknya. Manis menurutku :D Terimakasih Abang Beruang.
0 comments