AYAHKU BUKAN AYAHMU
July 13, 2014
Ada berbagai hal terjadi dalam kehidupan. Bahagia, susah
ataupun memalukan. Kali ini aku akan menceritakan salah satu peristiwa
memalukan yang kualami saat kelas 3 SMA. Waktu itu kelasku mengadakan study
tour ke Jogja.
Bis kembali ke kota asal, Solo, sekitar jam tujuh malam. Saat
tiba di sekolah suasana jalan sangat gelap. Hanya ada lampu penerangan dari
sebuah warung makan depan sekolah. Setelah turun dari bis aku langsung menuju
wartel, menelepon ayah minta dijemput.
Selesai menelepon aku bergabung dengan teman-teman yang
duduk lesehan di depan warung makan. Beberapa teman sama seperti aku, menunggu
jemputan. Yang lain sengaja pulang terakhir menanti kawan-kawan –rata-rata anak
perempuan yang menunggu- dijemput. Ada beberapa yang sudah pulang duluan.
Kami bernyanyi bersama. Mulai dari lagu Indonesia, Inggris
atau lagu ciptaan kawan. Saat asyik bercengkerama, tiba-tiba Metta, sahabatku berteriak, “Rima sudah dijemput.”
Aku langsung bangkit dan berpamitan dengan yang lain.
“Dadaa … dadaa …,” ucapku sambil melambaikan tangan ala miss
universe. Dua tas plastik besar berisi baju kotor dan oleh-oleh ikut bergoyang
saat aku melambai.Kawan-kawan mengangguk sambil meneruskan bernyanyi.
Sebetulnya aku heran, kenapa ayah cepat sekali menjemput. Sepertinya
belum ada lima menit lalu aku menelepon. Tapi masa aku tak percaya Metta, dia
kan sudah sering bertemu keluargaku.
Aku bergaya manis menunggu motor ayah berhenti. Suasana
gelap membuatku ekstra memperhatikan ayah. Tangan kiri kuangkat dan melambai seperti
menghentikan kendaraan umum. Memberi kode ayah, aku di situ.
Saat motor mendekat aku kaget, helmnya putih. Sejak kapan
ayah punya helm putih? Semakin seksama kuamati siluet yang perlahan mendekat ke
arahku. Kok wajahnya tua? Ayahku kan belum setua itu dan aku baru sadar dia
bukan ayahku tetapi ayah Puspita. Perlahan aku mundur dan mendekati Puspita
berkata ayahnya sudah datang.
Saat itulah tiba-tiba Metta berteriak lagi, “Bukan ding. Itu
ayahnya Puspita.” Meledaklah tawa seluruh teman-teman. Aku cuma cemberut
menahan malu. Jari telunjuk kutempelkan mulut agar mereka berhenti tertawa. Tapi
tetap saja semuanya terbahak. Tak berapa lama ayahku datang, tanpa pamit aku
langsung bonceng beliau.
Kupikir kisah itu akan berlalu begitu saja. Nyatanya tidak. Hari
Senin saat upacara, barisan belakang sibuk kasak kusuk, ada yang tertawa
cekikikan. Berlanjut hingga jam pertama dimulai. Guru Jermanku penasaran kenapa
muridnya kasak kusuk dan tertawa-tawa. Beliau pun bertanya, seorang teman tergendut
di kelas menjawab.
“Kemarin Rima salah ngakuin bapak orang, Pak. Ternyata bapaknya
Puspita bukan Rima. Padahal udah dada … dada…, ” ucapnya sambil menirukan
gayaku melambai ala miss universe. Semua teman dan Pak Guru tergelak. Wajahku memerah
malu.
”Gara-gara dia, Pak yang salah beri info,” ucapku sambil
menunjuk Metta, teman sebangkuku. Metta ikut terbahak-bahak.
“Sayang ya kemarin Bapak pulang duluan. Coba bisa lihat
langsung kejadiannya.” Tawa pun kembali menggelegar.
Sampai hari ini kisah itu masih terekam di otak teman-teman
sekelasku. Saat reuni pasti ada yang mengulang cerita tersebut. Membuat aku tak
terlupakan :D
2 comments
hehehehe,,untung ketahuan,coba kl nggak ketauan :)
ReplyDeleteterdaftar
terima kasih sudah mengikuti GA silly momet
salam^^
hihihi sampai ke telinga guru jerman segala... hihi
ReplyDeletemakasih ya mbak sudah ikutan